Dengan mengetahui susunan genetik organisme hidup, para ilmuwan dapat menemukan target baru untuk terapi, cara baru untuk mengoptimalkan produksi bahan berharga, dan bahkan mulai mengubah genom itu sendiri, berkat pengeditan gen. Ini sekarang menjadi bisnis besar, dan bahkan di Indonesia , stem cell dan turunannya meski belum tuntas penelitian mandirinya sudah diperjual belikan dengan harga fantastis dan melebihi operasi termahal di Indonesia harganya.
Kondisi yang mendorong revolusi ini terjadi setelah pemahaman yang lebih mendalam tentang proses biologis berkat pengurutan genom. Namun, genom adalah kumpulan data yang agak kasar. Ini seperti kamus lengkap, dengan “ortografi” yang tepat dari setiap protein dalam sel. Namun sel hidup lebih seperti sebuah novel utuh, yang mana cara “kata-kata” (RNA dan protein) disusun jauh lebih relevan, demikian dikatakan oleh Jonathan Schramm, mantan peneliti biokimia yang bekerja di bidang analisis genetik dan uji klinis.
Kompleksitassuatu sel yang berada dalam jaringan , organ dan lagi seluruh tubuh manusia, menjadi alasan mengapa diperlukan metode analisis yang lebih canggih daripada sekedar genomik. Dan ada banyak hal lain yang dipelajari oleh ilmuwan masa kini dan masadatang meliputi :
Baca Juga : RSI Sultan Agung dan Predigti Berkolaborasi Kembangkan Platform E-Learning untuk Tenaga Kesehatan
1. Transkriptomik: analisis mRNA.
2. proteomik: analisis protein, termasuk modifikasi protein dengan gula (“pasca translasi”).
3. Metabolomik: analisis senyawa kimia dan metabolisme.
4. Epigenomik: modifikasi genom tanpa mempengaruhi urutan genetik, atau “epigenetika”.
5. Mikrobiomik: analisis semua mikroba yang hidup di dalam atau di tubuh.
6. Multiomik sel tunggal: analisis multiomik pada sel individual.
7. Biologi spasial: menganalisis dalam 3D lokasi mRNA, protein, atau sel tertentu.
Metode analisis multiomik jauh lebih kompleks daripada genomik “sederhana”. Masing-masing bias digabungkan dan idealnya digabungkan satu sama lain untuk memberikan gambaran yang lebih baik tentang kompleksitas sebenarnya dari suatu organisme hidup, dan dengan kemajuan pencitraan digitalisasi laboratorium termasuk mikroskop dan artificial intelegence , menjadi keniscayaan bahwa manusia sesuai garis tanganya mempunyai cara berbeda untuk survve dan bagaimana mengobati kerusakan sel nya baik dengan cara transkripsi gen, manipulasi protein, balancing senyawa dan metabolism, pengendalian mikrobiom, dan berbagai multi omik lainya. Bahkan penelitian untuk mengobati diare atau gangguan usus dengan cara memanipulasi kuman di dalam usus untuk dimakan kembali oleh dirinya sendiri dan lingkungannya. Inilah yang dipahami bahwa manusia sebenarnya merupakan entitas terbuka, dan bias diobati dari semua yang ada di tubuhnya sendiri dan lingkungan asal sesuai dengan model sel didalam tubuhnya, jadi tidak hanyastemcell yang bias mengobati rasa sakit manusia.
Kemajuan digitalisasi di dunia penelitian kedokteran menurut saya yang mendedikasikan dan mendorong serta mengadvokasi kemajuan digitalisasi kesehatan, melalui Perhimpunan Kedokteran Digital terintegrasi Indonesia ( predigti.id) , Kapasitas analisis protein telah meningkat beberapa kali lipat hanya dalam kurun waktu satu decade, berbagai mikroskop electron , berbagai alat incubator dan separator sel berkembang pesat sehingga copy paste ilmu dan penelitian beserta perlakuannya menjadi cepat, dan tentu saja dianggap ilmu mutakhir penemuan-penemuan stemcell yang sebenarnya secara makroskopis telah dilakukan dunia kesehatan di masa lampau, seperti Fasdhu, tranfusi darah dan berbagai penggunaan bagian hewan serta tumbuhan untu menyembuhkan sakit . Dan kemajuan digitalisasi di dunia industry 4.0 ini, menjadikan manusia mudah menerangkan lebih rinci dan sensitive dalam menentukan sel mana yang menerima sebagai target pengobatan.
Ratusan ribu protein kini dapat dianalisis dalam satu jam, dengan metode proteomik yang mampu membedakan hingga 10,000 protein per sampel melalui algoritma yang dihasilkan dari alat yang memanfaatkan tehnologi Artificial Intellegence, jelas mengalahkan fungsi penglihatan mikroskopis manusia. Hal ini secara radikal mempercepat penemuan biomarker kanker dan pengembangan terapi presisi, dan menjadi terbukti lagi jika kita yang mengimani islam, bahwa semua penyakit secara presisi ada obatnya, jika kita mengetahui.
Baca Juga : Tersisa Kuota 1.838 Jemaah, Pelunasan Biaya Haji Khusus Diperpanjang Hingga 21 Februari 2025Kata Kunci : Paparan Digital Revolusi Genomik di Indonesia menurut pandangan Ketua Umum Perhimpunan kedokteran Digital Indonesia (PKDI), Dr. H. Agus Ujianto, M.S.Med., Sp.B.