Sementara itu, algoritme kecerdasan buatan dapat menjadi bias jika dilatih pada data yang tidak mewakili populasi yang ingin dilayaninya, yang mengarah pada diagnosis yang salah atau tidak adil.
Masalah lainnya adalah tentang penggunaan General Artificial Intelegence dalam diagnostik medis dari kumpulan data pribadi dan sensitif, yang menimbulkan beberapa pertanyaan etika, termasuk privasi data, transparansi algoritme, dan akuntabilitas atas keputusan yang dibuat oleh algoritme AI.
Meskipun beberapa solusi dengan pembelajaran terfederasi baru-baru ini telah disajikan untuk menyelesaikan masalah tersebut, alat tersebut masih memerlukan penyelidikan lebih lanjut untuk menyetujui kemampuannya untuk area penelitian medis.
Baca Juga : Prof. Dr. Bambang Tri Bawono Dinyatakan Lolos Sebagai Guru Besar Hukum Pidana Unissula
Selain itu, alat diagnostik medis berbasis AI sering kali dikembangkan oleh berbagai perusahaan dan organisasi, dan diperlukan standar dan protokol interoperabilitas untuk memastikan bahwa alat-alat ini dapat bekerja sama secara efektif.
Hal Teknik berbasis kecerdasan buatan dapat menganalisis riwayat medis, genetika, dan faktor-faktor lain pasien untuk membuat rencana perawatan yang dipersonalisasi, dan tren ini kemungkinan akan terus berkembang di masa mendatang.
Namun, diagnostik medis berbasis kecerdasan buatan merupakan domain penelitian terbuka, dan PREDIGTI (Perhimpunan Dokter Digital Terintegrasi Indonesia) menyarankan agar para peneliti melanjutkan penelitian untuk meningkatkan akurasi prediksi akhir dan mempercepat proses pembelajaran.
Baca Juga : Ketua IKA Unissula Dorong Kerjasama Bilateral dengan Korea Selatan untuk Pengembangan Kesehatan dan TeknologiKata Kunci : Pemanfaatan Artificial Intelligence Model untuk Mendiagnosis Penyakit Secara Akurat



